Zakat Profesi? Katanya, Itu Tidak Ada

Zakat Profesi? Katanya, Itu Tidak Ada


Oleh: K.H. Saiful Islam Mubarak


Gelorakan.com, - Harta yang ada pada tangan kita adalah milik Allah. Terkadang, harta tersebut kita terima setelah bekerja, terkadang tidak. Baik harta yang kita terima setelah berusaha maupun tidak, semuanya adalah amanat yang mesti dipelihara sesuai dengan aturan yang telah Dia tetapkan.


Jika Allah menghendaki untuk menambah,
pasti akan terjadi walau tanpa kita usahakan sebaliknya. Jika Dia menghendaki untuk menguranginya juga, pasti akan terjadi walau kita pelihara dengan berbagai cara.


Bahkan, semua harta akan berpisah
dari kita pada saat yang Allah tentukan, apakah dengan menjauhnya dari kita atau kita yang tidak mendapatkan lagi kemampuan untuk menggunakannya karena sudah habis jatah umur dengan tibanya ajal.


Jika dari sebagian harta tersebut ada yang disisihkan untuk kepentingan umat, harta yang disisihkan itulah yang akan menjadi
milik kita karena dia akan dapat kita nikmati pada Hari Kiamat nanti untuk waktu yang tidak ada putusnya.


Karena itu, orang yang mengetahui hakikat hidup dan hakikat harta yang menemaninya
akan selalu berjuang untuk menyelamatkan harta agar ikut menemaninya di akhirat dengan menyalurkannya pada jalan Allah, baik yang disebut dengan infaq, shadaqah, ataupun zakat.


Pada dasarnya, ketiga istilah ini tidak dapat terpisahkan antara satu dan lainnya.


Infaq berarti 'menyalurkan' yang sangat berkaitan dengan praktik penggunaan harta. Shadaqah adalah 'jujur' yang berkaitan dengan keyakinan seseorang pada saat menggunakan harta, dan zakat 'kebersihan hati yang berhubungan dengan masalah manfaat dari infaq dan shadaqah bagi pelakunya.


Menurut terminologi Al Qur'an.


Infaq, Shadaqah, dan Zakat dalam Al Qur'an
Infaq yang berarti zakat


"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS. Al Bqarah, 2: 267),".


Pelajaran dari ayat:
• Pada ayat ini, terdapat dua perintah penyaluran harta, yaitu perintah untuk menyalurkan harta yang baik dari hasil usaha dan penyaluran harta yang baik dari pertanian.


• Kedua perintah ini menggunakan satu kata, yaitu anfiqu. Hal itu memberi makna bahwa jika perintah ini menunjukkan makna wajib pada salah satu dari keduanya, yang lainnya pun wajib.


• Menurut Ali bin Abi Thalib, Ubaidah Al Salmani, dan Ibnu Sirin bahwa yang dimaksud dengan infaq di sini adalah zakat mafrudhah.


• Dan dalam penyaluran harta tersebut, baik yang disebut untuk penyaluran harta zakat maupun lainnya, Allah melarang menyalurkannya, kecuali dari harta yang baik.


• Ulama yang menghubungkan ayat ini dengan penunaian zakat, perintah di sini memberi makna wajib. Ulama yang menghubungkan ayat ini dengan masalah infaq tathawwu, perintah untuk menyalurkan harta yang baik tersebut meliputi penyaluran harta zakat dan lainnya.


• Menurut Ibnul Mubarak, maksud dari kata kasab di sini meliputi semua makna kasab, yaitu hasil usaha yang halal.


• Ulama tafsir bersepakat bahwa yang dimaksud dengan kalimat yang Kami keluarkan dari bumi adalah hasil pertanian dan rikaz.


• Jika perintah infaq dari hasil usaha tersebut dikhususkan dalamtahawwu (atau infaq sunnah), yang menyisihkan harta hasil pertanian termasuk tathawwu'. Hadits pun telah mengatur zakat dari hasil pertanian


• Orang yang menolak kewajiban zakat dari hasil kerja termasuk menolak sebagian makna ayat tersebut.


• Selama yang dimaksud dengan infaq tersebut adalah infaq wajih, ada dan tidak adanya zakat profesi tidak berpengaruh. Yang penting, dia mengeluarkan harta yang kedudukan hukumnya adalah wajib. Dengan demikian, BAZ yang mendapat titipan
ZIS pun akan selalu berhati-hati dalam penyalurannya, yaitu pada mustahiq yang berhak menerimanya.



#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !