Dok foto: Google |
Gelorakan.com, - "Perempuan yang sempurna adalah untuk laki-laki yang sempurna,".
Lebih sering kita temukan dalam hal sifat, yaitu "Jodoh biasanya mirib", baru kemudian kemiripan fisik menyusul dikarenakan seringnya berinteraksi. Jadi bukan perempuan sempurna untuk laki-laki sempurna, akan tetapi perempuan baik untuk laki-laki yang baik.
Bagaimana kita dapat menutupi kekurangan kita, dan bagaimana pasangan yang tepat bukan yang dapat memenuhi kebutuhan finansial. Karena yang satu dan lainnya sama-sama kurang, sehingga dipasangkan agar menjadi utuh.
Contoh, jika seorang wanita memilih pasangan yang ibadah dan adabnya baik, itu semua tergantung kebutuhan kita dalam hal yang luas. Pasangan yang tepat diukur secara subjektif, lalu bagaimana dengan pebdidikan, pekerjaan, dan keadaan fisiknya? Secara tidak langsung hal tersebut sudah terpola sejak awal.
Orang yang berpindidikan, tanpa disadari, akan bergaul dengan yang selevel denganya. Umumnya seperti itu walaupun ada beberapa pengecualian.
Seorang wanita sejak awal memilih ayah yang baik untuk anak-anaknya kelak, dan tidak berniat mencoba-coba, tetapi sungguh-sungguh untuk menikah selamanya.
Membaca buku. Inilah hal yang sering terlewatkan. Kebanyakan kita dalam menyiapkan pernikahan lebih fokus pada pesta akad dan resepsi. Seragam, katering, dan undangan, adalah hal teknis.
Biaya yang seharusnya pertama kali dikeluarkan adalah anggaran membeli buku. Hal ini dapat dilakukan secara maraton, bahkan sebelum menemukan calon pasangan.
Catat baik-baik, buku wajib untuk calon pengantin adalah buku psikologi laki-laki dan perempuan, buku pernikahan, buku kehamilan, dan buku perkembangan anak.
Sangat disarankan berupa buku cetak, bukan e-book, dan bukan kumpulan artikel hasil pencarian di Google. Bukannya tidak boleh mempercayai tulisan yang beredar di internet, tapi orang-orang tertentu terlalu besar lubang saringannya terhadap apa yang ada di dunia maya.
Buku cetak juga memudahkan kita untuk menandai hal-hal penting; dengan stabilo, melipat, mencorat-coret bagian tertentu, dsb. Sehingga suatu saat ketika kita membutuhkannya, dapat dibaca kembali.
Buku psikologi berguna untuk kita memahami cara berpikir lawan jenis. Laki-laki sebagai suami akan berbeda dengan laki-laki sebagai ayah, saudara, atau teman. Jadi suami kita nanti, tidak akan sama karakternya dengan ayah, saudara, atau teman, yang sudah kita kenal lebih dulu.
Semakin kita memahaminya, semakin kita sadar, banyak kesamaan yang dipunyai kita dan pasangan. Itulah alasan ia menjadi jodoh kita. Pacaran bertahun-tahun tidak menjamin kita mengenal pasti sifat suami.
Sebab ruang tamu selalu lebih rapi daripada dapur, paham? Dengan membaca buku psikologi, kita sudah siap untuk hal-hal yang berbeda secara mendasar antara laki-laki dan perempuan.
Tidak diragukan lagi, materi adalah hal penting dalam berumah tangga. Tapi ia bukan satu-satunya penentu kebahagiaan.
Kenapa menikah muda tak selalu dipertentangkan? Karena dengan menikah lebih cepat, kita belajar lebih cepat. Masih ada energi untuk memulai sesuatu yang baru, misalnya memulai usaha bersama.
Pastikan calon pasangan tahu dan mantap, hendak ke mana kita setelah menikah. Jika harus bekerja keduanya di masing-masing tempat, sepakati sejak awal. Jika istri diminta di rumah, berikan syarat sebelum akad, misalnya hak di luar kebutuhan pokok.
Bolehkah? Boleh! Kita berhak. Jangan mau telanjur terjebak setelah menikah. Tidak sedikit orang yang menggunakan dalil agama untuk melegitimasi hasrat menguasai, tanpa diimbangi pemenuhan kewajiban yang maksimal.
Jika berencana memulai usaha bersama dan hidup dengan usaha itu, maka siapkan modal sejak sebelum menikah. Modal materi dan mental.
Ini pun hal yang tak kalah penting. Jika punya rencana menikah dalam waktu dekat, sambangilah orang-orang terpercaya untuk mendapatkan ilmu berdasarkan pengalaman mereka.
Hampir tidak ada perempuan di dunia ini yang pelit akan nasihat rumah tangga. Kita bukan datang untuk berkonsultasi mengenai calon pasangan—hal ini lebih baik dilakukan dengan salat istikharah.
Tapi silaturahim ke “senior” adalah untuk mendapatkan ilmu rumah tangga secara umum. Pengalaman awal menikah, bertemu keluarga besar, memasak, dll, yang kemudian hari akan kita lalui pula. Jangan lupa protokol kesehatan, ya!
Jika keempat poin di atas telah dilakukan, maka kamu sudah boleh mengklaim diri siap menikah. Bukan lagi sekadar ingin, karena menikah bukan hal main-main.
Oleh: Tari/Dakwatuna